Jumat, 28 Oktober 2011

Menjadi Indonesia

ada yang memar, kagum banggaku
malu membelenggu
ada yang mekar, serupa benalu
tak mau temanimu

lekas,
bangun tidur berkepanjangan
menyatakan mimpimu
cuci muka biar terlihat segar
merapikan wajahmu
masih ada cara menjadi besar

ada yang runtuh, tamah ramahmu
beda teraniaya
ada yang tumbuh, iri dengkimu
cinta pergi kemana?

memudakan tuamu
menjelma dan menjadi indonesia
                        bangun dari tidur berkepanjangan” , penggalan lirik lagu ini adalah suatu gambaran Indonesia saat ini, Indonesia saat ini ibarat macan yang sedang tertidur karena dibius dengan racun kemunafikan. Saya sering mendengar dan membaca tentang Indonesia pada masa lalu, Indonesia yang cukup disegani oleh berbagai Negara mulai dari sisi pemimpinnya yang tegas, rakyatnya yang tentram serta menyatu dari perbedaan yang ada. Indonesia sempat mendapat julukan sebagai “macan dari asia” ya mungkin julukan ini idak berlebihan jika kita lihat Indonesia pada saat itu.
                        Sekarang coba tengok keadaan Indonesia yang terpuruk dalam kekalutan di berbagai factor. Tidak ada yang perlu disalahkan dan kita pun tak pentas untuk menyalahkan, tapi cobalah kita telaah lebih dalam tentang apa yang sudah kita lakukan untuk negri ini. Mungkin lirik pada lagu ini bisa membuat kita tersadar akan keterpurukan dan perubahan Indonesia, saya memang belum bisa memberikan suatu kebanggaan untuk Indonesia, tapi saya tetap  mencoba untuk MENJADI INDONESIA.

sejarah kelautan indonesia

Sejarah kelembagaan kelautan Indonesia

Masa penjajahan Belanda hingga awal kemerdekaan

Periode 1850-1966 adalah periode pelembagaan institusi-institusi yang menangani urusan masyarakat bagi pemapanan penjajahan Belanda atas negeri Indonesia. Begitu pula halnya dengan urusan-urusan masyarakat pantai yang menyandarkan kegiatan ekonomi pada bidang kelautan. Pengembangan kelautan dimulai pada 1911 dengan dibentuknya Bugerlijk Openbare Werken yang berubah menjadi Departemen Verkeer en Waterstaat pada 1931. Kurun waktu hingga kemerdekaan tercapai, merupakan fase pasang surut pertumbuhan organisasi kelautan dalam struktur pemerintahan kolonial maupun Republik Indonesia merdeka. Unit-unit warisan kolonial Belanda inilah yang menjadi cikal bakal pembentukan kementerian yang mengelola aspek kelautan di masa sekarang.
Lembaga yang menangani kegiatan-kegiatan perikanan semasa pemerintahan kolonial Belanda masih berada dalam lingkup Departemen van Landbouw, Nijverheid en handel yang kemudian berubah menjadi Departemen van Ekonomische Zaken. Kegiatan-kegiatan perikanan masa itu digolongkan sebagai kegiatan pertanian. Meski demikian, terdapat suatu organisasi khusus yang mengurusi kegiatan perikanan laut di bawah Departemen van Ekonomische Zaken. Organisasi tersebut adalah Onderafdeling Zee Visserij dari Afdeling Cooperatie en Binnenlandsche Handel. Sedangkan untuk menyediakan kegiatan penelitian dan pengembangan perikanan laut terdapat suatu institut penelitian pemerintah kolonial yang bernama Institut voor de Zee Visserij. Pada masa ini juga telah ditetapkan UU Ordonansi tentang batas laut Hindia Belanda melalui Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonantie 1939, yang menetapkan bahwa lebar laut wilayah Hindia Belanda ditetapkan pada masing-masing pulau sampai sejauh 3 mil.
Semasa pendudukan Jepang 1942-1945, Departemen van Ekonomische Zaken berubah nama menjadi Gunseikanbu Sangyogu. Fungsi dan tugas departemen ini tidak berubah dari fungsinya di zaman kolonial. Begitu pula halnya dengan lembaga penelitian dan pengembangan, meski berubah nama menjadi Kaiyoo Gyogyo Kenkyuzo dan berpusat di Jakarta tidak mengalami perubahan fungsi. Bahkan, UU tentang batas laut pun tidak mengalami perubahan. Namun yang perlu dicatat justru adalah pada masa pendudukan Jepang ini terjadi perluasan lembaga-lembaga perikanan pemerintah. Pada masa ini, di daerah-daerah dibentuk jawatan penerangan perikanan yang disebut Suisan Shidozo. Di samping itu, pada masa ini terjadi penyatuan perikanan darat dengan perikanan laut, walaupun tetap dimasukkan dalam kegiatan pertanian.

Masa awal kemerdekaan sampai orde lama

Setelah proklamasi kemerdekaan nasional, pada kabinet presidensial pertama, pemerintah membentuk Kementerian Kemakmuran Rakyat dengan menterinya Mr. Syafruddin Prawiranegara. Pada kementerian ini dibentuk Jawatan Perikanan yang mengurusi kegiatan-kegiatan perikanan darat dan laut. Semenjak kabinet pertama terbentuk pada 2 September 1945 hingga terbentuknya kabinet parlementer ketiga pada 3 Juli 1947, Jawatan Perikanan tetap berada di bawah Koordinator Pertanian, di samping Koordinator Perdagangan dan Koordinator Perindustrian dalam Kementerian Kemakmuran Rakyat. Meskipun kemudian Kementerian Kemakmuran Rakyat mengalami perubahan struktur organisasi akibat agresi militer Belanda I dan II serta perpindahan ibukota negara ke Yogyakarta, jawatan perikanan tetap menjadi subordinat pertanian. Pada masa itu, tepatnya 1 Januari 1948, Kementerian Kemakmuran Rakyat mengalami restrukturisasi dengan menghapus koordinator-koordinator. Sebagai gantinya, ditunjuk lima pegawai tinggi di bawah menteri, yakni Pegawai Tinggi Urusan Perdagangan, Urusan Pertanian dan Kehewanan, Urusan Perkebunan dan Kehutanan, serta Urusan Pendidikan. Jawatan Perikanan menjadi bagian dari Urusan Pertanian dan Kehewanan.
Pada masa pengakuan Kedaulatan RI 27 Desember 1949, Kementerian Kemakmuran Rakyat kemudian dipecah menjadi dua kementerian, yaitu Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan dan Perindustrian. Pada masa itulah Jawatan Perikanan masuk ke dalam Kementerian Pertanian. Kementerian Pertanian pada 17 Maret 1951 mengalami perubahan susunan, yakni penunjukan 3 koordinator yang menangani masalah Pertanian, Perkebunan dan Kehewanan. Di bawah Koordinator Pertanian, dibentuk Jawatan Pertanian Rakyat. Jawatan Perikanan pada masa itu telah berkembang menjadi Jawatan Perikanan Laut, Kantor Perikanan Darat, Balai Penyelidikan Perikanan Darat, dan Yayasan Perikanan Laut. Kesemua jawatan tersebut berada di bawah Jawatan Pertanian Rakyat. Struktur ini tidak bertahan lama. Pada 9 April 1957, susunan Kementrian Pertanian mengalami perubahan lagi dengan dibentuknya Direktorat Perikanan dan di bawah direktorat tersebut jawatan-jawatan perikanan dikoordinasikan.
Jatuh bangunnya kabinet semasa pemerintahan parlementer mengakibatkan Presiden Soekarno menganggap bahwa sistem parlementer tidak cocok dengan kepribadian bangsa Indonesia. Pada 5 Juli 1957, presiden mengeluarkan dekret untuk kembali pada UUD 1945. Istilah kementerian pada masa sebelum dekrit berubah menjadi departemen dan posisi istilah direktorat kembali menjadi jawatan. Pada 1962, terjadi penggabungan Departemen Pertanian dan Departemen Agraria dan istilah direktorat digunakan kembali. Pada masa kabinet presidensial paska dekret, Direktorat Perikanan telah mengalami perkembangan menjadi beberapa jawatan, yakni Jawatan Perikanan Darat, Perikanan Laut, Lembaga Penelitian Perikanan Laut, Lembaga Penelitian Perikanan Darat, Lembaga Pendidikan Usaha Perikanan dan BPU Perikani.
Kondisi politik dan keamanan yang belum stabil mengakibatkan pemerintah merombak kembali susunan kabinet dan terbentuklah Kabinet Dwikora pada 1964. Pada Kabinet Dwikora ini, Departemen Pertanian mengalami dekonstruksi menjadi 5 buah departemen dan pada kabinet ini terbentuk Departemen Perikanan Darat/Laut di bawah Kompartemen Pertanian dan Agraria. Pembentukan Departemen Perikanan Darat/Laut merupakan respon pemerintah atas hasil Musyawarah Nelayan I yang menghasilkan rekomendasi perlunya departemen khusus yang menangani pemikiran dan pengurusan usaha meningkatkan pembangunan perikanan. Melalui pembentukan Kabinet Dwikora yang Disempurnakan, Departemen Perikanan Darat/Laut tidak lagi di bawah Kompartemen Pertanian dan Agraria melainkan mengalami reposisi dan bernaung di bawah Kompartemen Maritim. Di bawah Kompartemen baru, departemen tersebut mengalami perubahan nama menjadi Departemen Perikanan dan Pengelolaan Kekayaan Laut. Keadaan ini tidak berlangsung lama, pada 1965 terjadi pemberontakan Gerakan 30 September dan Kabinet Dwikora diganti dengan Kabinet Ampera I pada 1966.

Masa Reformasi

Sejak era reformasi bergulir di tengah percaturan politik Indonesia, sejak itu pula perubahan kehidupan mendasar berkembang di hampir seluruh kehidupan berbangsa dan bernegara. Seperti merebaknya beragam krisis yang melanda Negara Kesatuan Republik Indonesia. Salah satunya adalah berkaitan dengan Orientasi Pembangunan. Di masa Orde Baru, orientasi pembangunan masih terkonsentrasi pada wilayah daratan.[1]
Sektor kelautan dapat dikatakan hampir tak tersentuh, meski kenyataannya sumber daya kelautan dan perikanan yang dimiliki oleh Indonesia sangat beragam, baik jenis dan potensinya. Potensi sumber daya tersebut terdiri dari sumber daya yang dapat diperbaharui, seperti sumber daya perikanan, baik perikanan tangkap maupun budidaya laut dan pantai, energi non konvensional dan energi serta sumber daya yang tidak dapat diperbaharui seperti sumber daya minyak dan gas bumi dan berbagai jenis mineral. Selain dua jenis sumber daya tersebut, juga terdapat berbagai macam jasa lingkungan lautan yang dapat dikembangkan untuk pembangunan kelautan dan perikanan seperti pariwisata bahari, industri maritim, jasa angkutan dan sebagainya. Tentunya inilah yang mendasari Presiden Abdurrahman Wahid dengan Keputusan Presiden No.355/M Tahun 1999 tanggal 26 Oktober 1999 dalam Kabinet Periode 1999-2004 mengangkat Ir. Sarwono Kusumaatmaja sebagai Menteri Eksplorasi Laut.
Selanjutnya pengangkatan tersebut diikuti dengan pembentukan Departemen Eksplorasi Laut (DEL) beserta rincian tugas dan fungsinya melalui Keputusan Presiden Nomor 136 Tahun 1999 tanggal 10 November 1999 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Departemen. Ternyata penggunaan nomenklatur DEL tidak berlangsung lama karena berdasarkan usulan DPR dan berbagai pihak, telah dilakukan perubahan penyebutan dari Menteri Eksplorasi Laut menjadi Menteri Eksplorasi Laut dan Perikanan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 145 Tahun 1999 tanggal 1 Desember 1999. Perubahan ini ditindaklanjuti dengan penggantian nomenklatur DEL menjadi Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan (DELP) melalui Keputusan Presiden Nomor 147 Tahun 1999 tanggal 1 Desember 1999.
Dalam perkembangan selanjutnya, telah terjadi perombakan susunan kabinet setelah Sidang Tahunan MPR tahun 2000, dan terjadi perubahan nomenklatur DELP menjadi Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) sesuai Keputusan Presiden Nomor 165 Tahun 2000 tanggal 23 November 2000 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Wewenang, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Departemen.
Kemudian berubah menjadi Kementerian Kelautan dan Perikanan sesuai dengan Peraturan Presiden No. 47 tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara, maka Nomenklatur Departemen Kelautan dan Perikanan menjadi Kementerian Kelautan dan Perikanan, sedangkan struktur organisasi pada Kementerian Kelautan dan Perikanan tidak mengalami perubahan.

Senin, 03 Oktober 2011

pecah belah

suatu saat saya sedang berjalan di daerah jakarta selatan dengan menggunakan sepeda motor tua milik ayah saya, seketika pula jalan dialihkan oleh beberapa orang dari sebuah ormas di jakarta. sekejap saya terenggah karena melihat apa yang menyebabkan pengalihan jalan tersebut. ya "TAWURAN", sudah hal lumrah memang tawuran di jakarta. mulai dari tawuran antar pelajar, mahasiswa dengan aparat sampai tawuran antar ormas yang paling sering terjadi dan membuat saya geram akan semua kelakuan yang mereka lakukan, keesokan harinya saya mencari tau apa penyebab tawuran semalem, dan begitu saya mengetahui penyebabnya, BODOH itu lah kata yang pertama terlontar untuk mengomentari kejadian yang sempat membuat saya geram, ternyata penyebab tawuran itu hanyalah karena masalah perebutan lahan dan salah faham antara kedua ormas tersebut, entah apa yang ada di benak mereka sampai mereka bisa terlibat baku hantam seperti itu.
jakrta memang merupakan kota dengan banyak watak di dalamnya, sehingga perbedaan pendapat sering timbul diantara kita. hal inilah salah satu alasan dibentuk nya suatu ORMAS yang berfungsi untuk menaungi masyarakat dan menjadi jalan tengah dari perselisihan, tapi kenyataan nya yang terjadi adalah oramas bukan lagi sebagai tempat bernaung masyarakat, melainkan tempat unjik kegagahan. hal ini membuktikan bahwa ormas tidak ada bedanya dengan gankster. seharusnya sebagai contoh bagi kaula muda para petinggi ormas yang ada di jakarta dapat dengan bijak untuk menyelesaikan masalah yang terjadi anatara ormas tersebut. bukankah di sekolah dasar kita sudah diajari untuk bermusyawarah dalam menyelesaikan suatu masalah bukan malah menggunakan parang, mereka yang mudah terprovokasi oleh suatu berita yang belum jelas datangnya dan berpikir pendek tentang itu, ini lah manusia yang tidak mengerti akan hakikat indonesia. bung ingat negara kita ini dulu terbentuk atas dasar penderitaan yang sama, kita di adu domba oleh penjajah akan tetapi para pahlawan terdahulu tidak dengan mudah terprovokasi oleh hal itu padahal mereka dulu tidak mendapat pelajaran seperti kita sekarang mereka bersatu hanya karena INDONESIA. jadi alangkah bodoh nya kita jika menghancurkan kemerdekaan hanya karena keegoisan diri sendiri, walaupun masih banyak warga indonesia ynag belum merasakan kemerdekaan sesungguhnya tapi kita harus tetap mengusahakan agar kemerdekaan yang menyeluruh dapat segera terwujud, sekian dari saya tetap bersatu walau badai menghantam.

Wajah jakarta

"beragam" ya.. mungkin kata itu yang tepat untuk wajah jakarta, ya jakarta memang sebuah kota dengan berbagai macam problematika dan masalah yang sering di lakukan oleh para penduduk nya, oke mari bersama kita bahas tentang wajah jakarta. 
MEWAH mungkin itulah yang terfikir oleh para pendatang tentang jakarta, bagaimana tidak sebuah ibu kota yang dilengkapi dengan segala fasilitas dan yang cukup mencengangkan jakarta termasuk kota dengan mall terbanyak di dunia, ya ada sekitar 300 mall dan pusat perbelanjaan di jakarta. mungkin hal ini menjadi sebuah daya tarik bagi para pendatang. saya tidak mengungkiri hal ini, memang di jakarta banyak sekali mall mewah nan megah coba kita liat ini!


 


              ya ini adalah salah satu mall mewah di jakarta, beberapa kali saya pernah menginjakan kaki disana. wow saya sangat terpukau dengan semua kemewahan dan orang-orang yang berbelanja disana mereka menghabiskan uang mereka dengan mudah tanpa pikir panjang, hahaha tapi ingat semua ini hanya untuk mereka yang sudah mapan dalam hidupnya, bukan untuk para pendatang baru yang hanya mempunyai kemampuan terbatas. sesaat kita tinggalkan kemewahan jakarta, coba kita lihat salah satu sudut kota yang lain!

 

Ya ini kenyataan yang harus dihadapi oleh para orang pinggiran atau pun mereka yang datang ke Jakarta hanya bermodalkan kemampuan yang pas-pasan, kingkungan kumuh dan pengagguran menjadi salah satu permasalahan di Jakarta.
Sejenak kita tinggalkan masalah kesenjangan di Jakarta, kita coba bahas masalah fasilitas yang ada di Jakarta, saya pernah bertanya kepada sodara saya dari desa,” kenapa dia ingin tinggal di Jakarta?” dan jawaban diacukup membuat saya binggung, di bilang “ya kalo dijakarta kan segalanya mudah, mau ngapain aja bisa cepet kalo di Jakarta”. Ketika itu saya langsung terfikir dengan kondisi Jakarta yang menurut saya cukup menjenuhkan mulai dari kondisi jalan raya yang penuh lobang, kemacetan setiap jam pergi dan pulang kantor serta banjir saat hujan turun yang disebabkan karena sisitem dehinrase yang kurang baik dan penumpukan sampah. 


 

Ya ini adalah tugas pemerintah dan kita sebagai warga sudah seharusnya kita membantu. Kalian pasti juga sudah muak dengan segala permasalahan yang tadi saya sebutkan diatas. Yang akhirnya kita kini hanya bisa berharap keaadaan ini akan cepat berubah.
Tetapi coba kalian kaji lagi, Jakarta tidak hanya penuh dengan problematika yang membuat otak kita seakaan ingin pecah, tapi Jakarta juga penuh dengan berbagai sensasi dari mulai kehidupan para wanita malam, waria dan anak remaja yang sering keluar pada malam hari, entah kegiatan apa yang mereka lakukan, beragam pastinya karena di Jakarta terdapat banyak sekali komunitas, mulai dari komunitas sepeda, motor, mobil dan komunitas remaja yang lain. Semua itu memberikan sebuah sensasi hangat untuk Jakarta. Namun tidak semua kegiatan di   kehidupan malam itu membuat kita bangga akan kreasi penduduk di Jakarta, ya kehidupan malam memang identik dengan hal negative, hal ini memang terbukti dengan semua bukti yang ada di Jakarta, mulai dari narkoba, sex bebas sampai tidak criminal lainya. Hal seperti inilah yang membuat saya merasa harus ada pengawasan extra dari pemerintah dan khususnya orang tua. Karena jika tidak kita bisa salah pergaulan dan akan berakibat fatal nantinya. Dan berikut ini adalh beberapa gambar kehidupan malam Jakarta.

 

Dan sekian pembahasan tentang Jakarta, karena saya rasa teralau banyak hal-hal yang meski dibahas untuk urusan Jakarta yang mungkin tidak akan cukup jika kita bahas hanya melalui tulisan ini. Dan satu pesan dari saya, Jakarta adalah kota dengan berbagai kebudayaan jadi jaga sikap kalian dengan sesama warga Jakarta, dan tetap jaga diri kalian dari pergaulan malam yang gelap.