Gonjang ganjing mengenai banyaknya pihak yang mengklaim lagu Tinggal Kenangan sebagai lagu ciptaannya. Lagu Tinggal Kenangan yang konon katanya merupakan ciptaan dari seorang wanita yang bernama Geby yang katanya sudah meninggal karena bunuh diri lantaran ditinggal meninggal kekasihnya yang kecelakan lalu lintas. Perbutan klaim mengklaim hak cipta lagu tersebut belum menyentuh kasanah hukum hak cipta, masih bergutat pada media massa.
Maka bagaimana hukum hak cipta memandang tentang gonjang ganjing permasalahan tersebut. Masyarakat harus mengertian terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan hak cipta. Menilik pengertian hak cipta secara yuridis, kita dapat lihat dalam Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (yang disingkat dengan UUHC 2002) menyebutkan bahwa hak cipta adalah “hak eksklusif” bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Jadi, unsur-unsur hak cipta dari defenisi di atas dapat di bagi atas tiga, yaitu: a. hak memperbanyak (reproduction right); b. hak mengumunkan (publishing right); c. hak memberi izin untuk memperbanyak dan mengumumkan (assignment right)
Sesuai dengan yang diatur pada Bab IV UUHC 2002, pendaftaran hak cipta diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI), yang kini berada di bawah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (Dephum dan HAM). Pencipta atau pemilik hak cipta dapat mendaftarkan langsung ciptaannya kepada intansi di atas maupun melalui konsultan HKI. Permohonan pendaftaran hak cipta dikenakan biaya (UUHC 2002 Pasal 37 ayat (2)). Lebih lanjut mengenai prosedur pendaftaran hak cipta diatur dalam Peraturan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor: M.01-HC.03.01 Tahun 1987 tentang Pendaftaran Ciptaan.
Di Indonesia, pendaftaran ciptaan bukan merupakan suatu keharusan bagi pencipta atau pemegang hak cipta dalam artian tidak wajib untuk didaftarkan. Timbulnya perlindungan suatu ciptaan dimulai sejak ciptaan itu ada atau terwujud dan bukan karena pendaftaran ciptaan tersebut kepada instansi yang ditunjuk untuk itu. Namun demikian, surat pendaftaran ciptaan dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di pengadilan apabila timbul sengketa di kemudian hari terhadap ciptaan. Hal ini senada dengan Penjelasan Pasal 5 ayat 2 UUHC 2002 yang menerangkan bahwa “pada prinsipnya hak cipta diperoleh bukan karena pendaftaran, tetapi dalam hal terjdai sengketa di pengadilan mengenai ciptaan yang terdaftar dan yang tidak terdaftar sebagaimana dimaksud pada ketentuan ayat (1) huruf a dan huruf b serta apabila pihak-pihak yang berkepentingan dapat membuktikan kebenarannya, hakim dapat menentukan Pencipta yang sebenarnya berdasarkan pembuktian tersebut”.
Dengan uraian tersebut terlihatlah bahwa pendaftaran hak cipta merupakan formalitas untuk memudahkan untuk membuktikan bahwa ciptaan yang dihasilkan merupakan milik pencipta bila terjadi sengketa. Namun tanpa pendaftaranpun hak cipta sudah dilindungi sebenarnya sejak ciptaan tersebut dipublikasikan didepan umum dan hal itu dapat dibuktikan.
Oleh karena itu untuk mengakhiri konflik yang saling mengklaim lagu Tinggal Kenangan lebih baik masuk kekasanah hukum (pengadilan). Hal ini untuk dapat dibuktikan secara hukum siapa yang sebenarnya yang berhak atas ciptaan tersebut. Dengan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkrah van gewijk) dapat mengikat semua orang sehingga hak-hak dari pencipta dapat dilindungi.
Sebagai tambahan untuk diketahui bahwa Hak cipta atas lagu memiliki waktu perlindungan selama hidup penciptanya dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah pencipta meninggal dunia (Pasal 29 ayat (1) UUHC 2002).
SUMBER : http://rezzazzerezza.wordpress.com/.
Tanggapan : Menurut kami sebaiknya permasalahan ini diselsaikan secara tuntas karena apabila kasus ini terus ditunda-tunda penyelsaiannya makin banyak pihak yang akan ikut memperebutkan lagu tersebut dan satu-satunya cara penyelsaiannya melalui jalur hukum. bagi yang memiliki bukti yang kuat dan banyak dialah yang harus dimenangkan
Maka bagaimana hukum hak cipta memandang tentang gonjang ganjing permasalahan tersebut. Masyarakat harus mengertian terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan hak cipta. Menilik pengertian hak cipta secara yuridis, kita dapat lihat dalam Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (yang disingkat dengan UUHC 2002) menyebutkan bahwa hak cipta adalah “hak eksklusif” bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Jadi, unsur-unsur hak cipta dari defenisi di atas dapat di bagi atas tiga, yaitu: a. hak memperbanyak (reproduction right); b. hak mengumunkan (publishing right); c. hak memberi izin untuk memperbanyak dan mengumumkan (assignment right)
Sesuai dengan yang diatur pada Bab IV UUHC 2002, pendaftaran hak cipta diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI), yang kini berada di bawah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (Dephum dan HAM). Pencipta atau pemilik hak cipta dapat mendaftarkan langsung ciptaannya kepada intansi di atas maupun melalui konsultan HKI. Permohonan pendaftaran hak cipta dikenakan biaya (UUHC 2002 Pasal 37 ayat (2)). Lebih lanjut mengenai prosedur pendaftaran hak cipta diatur dalam Peraturan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor: M.01-HC.03.01 Tahun 1987 tentang Pendaftaran Ciptaan.
Di Indonesia, pendaftaran ciptaan bukan merupakan suatu keharusan bagi pencipta atau pemegang hak cipta dalam artian tidak wajib untuk didaftarkan. Timbulnya perlindungan suatu ciptaan dimulai sejak ciptaan itu ada atau terwujud dan bukan karena pendaftaran ciptaan tersebut kepada instansi yang ditunjuk untuk itu. Namun demikian, surat pendaftaran ciptaan dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di pengadilan apabila timbul sengketa di kemudian hari terhadap ciptaan. Hal ini senada dengan Penjelasan Pasal 5 ayat 2 UUHC 2002 yang menerangkan bahwa “pada prinsipnya hak cipta diperoleh bukan karena pendaftaran, tetapi dalam hal terjdai sengketa di pengadilan mengenai ciptaan yang terdaftar dan yang tidak terdaftar sebagaimana dimaksud pada ketentuan ayat (1) huruf a dan huruf b serta apabila pihak-pihak yang berkepentingan dapat membuktikan kebenarannya, hakim dapat menentukan Pencipta yang sebenarnya berdasarkan pembuktian tersebut”.
Dengan uraian tersebut terlihatlah bahwa pendaftaran hak cipta merupakan formalitas untuk memudahkan untuk membuktikan bahwa ciptaan yang dihasilkan merupakan milik pencipta bila terjadi sengketa. Namun tanpa pendaftaranpun hak cipta sudah dilindungi sebenarnya sejak ciptaan tersebut dipublikasikan didepan umum dan hal itu dapat dibuktikan.
Oleh karena itu untuk mengakhiri konflik yang saling mengklaim lagu Tinggal Kenangan lebih baik masuk kekasanah hukum (pengadilan). Hal ini untuk dapat dibuktikan secara hukum siapa yang sebenarnya yang berhak atas ciptaan tersebut. Dengan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkrah van gewijk) dapat mengikat semua orang sehingga hak-hak dari pencipta dapat dilindungi.
Sebagai tambahan untuk diketahui bahwa Hak cipta atas lagu memiliki waktu perlindungan selama hidup penciptanya dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah pencipta meninggal dunia (Pasal 29 ayat (1) UUHC 2002).
SUMBER : http://rezzazzerezza.wordpress.com/.
Tanggapan : Menurut kami sebaiknya permasalahan ini diselsaikan secara tuntas karena apabila kasus ini terus ditunda-tunda penyelsaiannya makin banyak pihak yang akan ikut memperebutkan lagu tersebut dan satu-satunya cara penyelsaiannya melalui jalur hukum. bagi yang memiliki bukti yang kuat dan banyak dialah yang harus dimenangkan